top of page
  • Writer's pictureCatur Prasetya News

Praktik Baru Penghapusan BMN Berupa Gedung Dan Bangunan

Lhokseumawe | Catur Prasetya News Bulan Oktober tahun 2020 merupakan saat yang bersejarah bagi Bangsa Indonesia. Pada bulan tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat paripurna mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja. Didalam proses penyusunannya, Undang-Undang Cipta Kerja menggunakan teknik penyusunan Omnibus Law.



Omnibus Law adalah salah satu metode penyusunan peraturan perundang- undangan yang lebih dikenal dalam sistem hukum Common Law. Istilah Omnibus Law lebih dikenal dengan Omnibus Bill dalam sistem hukum Common Law. Omnibus atau ominus berasal dari bahasa Latin, omnis, yang berarti untuk semuanya, atau banyak, sehingga Omnibus Law dipahami masyarakat sebagai Undang-Undang sapu jagat yang di dalamnya memuat banyak ruang lingkup pengaturan dari berbagai Undang-Undang.


Lhokseumawe Banyak ditemukan Gedung Aset Negara yang sengaja Mangkrak. Report Chandra

Terlepas dari pro dan kontra terbitnya Undang-Undang tersebut, pada kenyataannya Undang-Undang Cipta Kerja memuat banyak klaster pengaturan Undang-Undang yang masuk atau menjadi bagian dari Undang- Undang Cipta Kerja.


Langkah ini diambil guna mendukung pelaksanaan kebijakan strategis penciptaan kerja beserta pengaturannya sehingga diperlukan perubahan dan penyempurnaan berbagai Undang-Undang terkait.

Perubahan Undang- Undang tersebut dipandang tidak dapat dilakukan secara konvensional dengan mengubah satu per satu Undang-Undang yang telah ada disebabkan tidak efektif dan efisien serta membutuhkan waktu yang lama.

Praktik Baru Penghapusan BMN Berupa Gedung Dan Bangunan (Kajian Pasca Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021)


Salah satu Gedung Aset Milik Pemko Lhokseumawe yang sengaja Mangkrak dan biarkan rusak

Salah satu Undang-Undang yang terdampak dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Sebagaimana kita ketahui, hingga saat ini Pemerintah telah menyelesaikan 51 buah Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Cipta Kerja.

Salah satu Peraturan Pelaksanaan itu adalah Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung yang mencabut Peraturan Pemerintah sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005.

Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021


Ternyata memiliki beberapa implikasi terhadap pengelolaan barang milik negara (BMN) khususnya terkait dengan gedung dan bangunan yang dimiliki oleh negara. Sebagaimana kita ketahui, salah satu produk yang dihasilkan dari belanja modal Pemerintah sebagai wujud pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara adalah berupa gedung dan bangunan.


Gedung dan bangunan tersebut memiliki umur ekonomis yang setiap tahunnya akan selalu berkurang sehingga berpotensi menjadi rusak berat dan tidak layak digunakan. Disamping itu, adanya bencana alam berupa gempa, longsor, kebakaran, juga merupakan faktor penyebab rusaknya gedung dan bangunan tersebut.


Tidak hanya permasalahan rusak berat, adanya perubahan kebutuhan Pemerintah, perubahan peraturan perundang- undangan, perubahan tata kota dapat mengakibatkan perubahan fungsi terhadap gedung dan bangunan.



Gedung dan bangunan yang telah rusak berat tentu harus dihapuskan agar tertib di dalam administrasi dan pengelolaannya sehingga Pemerintah tidak terus menerus dibebani dengan barang yang telah rusak. Gedung dan bangunan tersebut dapat dibangun kembali sehingga sesuai dengan kebutuhan pemerintah dalam rangka menjalankan tugas dan fungsi Pemerintahan, ataupun memaksimalkan tanahnya dalam skema pemanfaatan BMN.


Gedung dan bangunan yang sudah tidak diperlukan, tidak sesuai peraturan perundang-undangan, tidak sesuai dengan tata kota tentu harus disesuaikan dengan kondisi dan ketentuan perundang- undangan terkait sehingga bisa saja di dalam proses penyesuaian dengan peraturan tersebut dilakukan penghapusan.

Oleh karenanya tulisan ini bermaksud untuk mengetahui praktik baru penghapusan BMN berupa gedung dan bangunan yang mungkin muncul sebagai implikasi dari terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 serta bagaimana peluang penerapannya dalam konteks peraturan perundang-undangan.


BANGUNAN GEDUNG NEGARA (BGN)


Aset yang mencapai Anggaran Puluhan milyar Baru dua tahun serah terima antara pemerintah kota Lhokseumawe dengan Perusahaan Daerah Kota LHOKSEUMAWE. Yang terkesan Sengaja dibiarkan Rusak dan dicyri orang

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 mendefinisikan Bangunan Gedung sebagai sebuah “Wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus”.


Bangunan gedung memiliki fungsi yang meliputi fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya serta fungsi khusus. Bangunan gedung dapat memiliki lebih dari satu fungsi tersebut.

1. Fungsi hunian bangunan gedung adalah berupa rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah susun, dan rumah tinggal sementara. 2. Fungsi keagamaan adalah berupa bangunan tempat ibadah. 3. Fungsi usaha meliputi bangunan gedung untuk perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal, dan penyimpanan. 4. Fungsi sosial dan budaya meliputi bangunan gedung untuk pendidikan, kebudayaan, pelayanan kesehatan, laboratorium, dan pelayanan umum sedangkan fungsi khusus meliputi bangunan gedung untuk reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021, Bangunan Gedung Negara atau disingkat dengan BGN didefinisikan sebagai “Bangunan Gedung untuk keperluan dinas yang menjadi barang milik negara atau daerah dan diadakan dengan sumber pendanaan yang berasal dari dana anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan/atau perolehan lainnya yang sah”.


BGN dikelompokkan menjadi bangunan gedung kantor, rumah negara dan bangunan gedung lainnya yang terdiri dari bangunan gedung pendidikan, bangunan gedung pendidikan dan pelatihan, bangunan gedung pelayanan kesehatan, bangunan gedung parkir, bangunan gedung perdagangan dan bangunan gedung peribadatan.

BGN dibagi menjadi 3 klasifikasi yaitu sederhana, tidak sederhana, dan khusus. Oleh karenanya seluruh BGN yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara atau perolehan lainnya yang sah dapat dikategorikan sebagai BMN.

Di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara, BGN yang merupakan BMN masuk dalam golongan 4 (Gedung dan Bangunan).


Editorial Redaksi CP-NEWS

Report Chandra

Post: Blog2_Post
bottom of page